Jika tidak di BPM, saya tidak akan sepeduli
ini.
BPM, Badan Perwakilan Mahasiswa. Kata orang,
ini lembaga yang membosankan, dengan undang-undang yang digeluti, dengan kertas
bertuliskan apresiasi yang memenuhi.
Sejak menggeluti organisasi di bangku SMA, saya
selalu berprinsip “Isi otak dulu, baru terjun ke lapangan”, prinsip ini
saya bawa hingga saat ini. Saya berhasil, menembus dunia BPM KMFP UNPAD,
terpilih menjadi anggota dan memilih komisi 3. Dari 25 partner saya, 6 orang
diantaranya selalu bekerja bersama saya, terbentuk dalam satu komisi dengan
tugas yang sama beratnya dengan komisi lain. Selama menjadi anggota BPM, saya
harus mengakui bahwa hal yang saya dapatkan jauh melebihi target yang saya
rencanakan. Saya belajar banyak hal, di sini, bersama keluarga BPM.
Ada 2 hal yang saya rasa ini sangat-amat-harus
diceritakan.
Pertama, BPM membuat saya peduli.
Akhir-akhir ini, isu kenaikan uang semesteran,
dan penghapusan uang pangkal serta penerapan UKT (Uang Kuliah Tunggal) di UNPAD
telah menjadi pemberitaan utama mahasiswa-mahasiswa UNPAD, termasuk saya dan
teman-teman di fakultas saya. Lalu, saya dan teman-teman BPM KMFP berusaha
mengkaji hal ini dengan ketentuan mencari sumber yang tepat dan bukan sekedar
isu.
Hari senin yang lalu, tanggal 25 Maret, saya
dan kang Ahmad menghadiri pertemuan seluruh perwakilan BPM Fakultas di acara
BPM Kema dengan tujuan mengkaji masalah ini. Yang saya tahu, jika UKT
diterapkan, hal ini hanya akan berdampak pada mahasiswa baru. Uang semesteran
mereka akan naik, tapi tidak dengan angkatan saya dan angkatan-angkatan di atas
saya.
Jika saja saya bukan anggota BPM, mungkin saya
tidak akan memusingkan hal ini, toh ibaratnya ini tidak akan berdampak pada
saya. Uang semesteran saya tidak akan naik. Tapi berbeda kondisinya ketika saya
menjadi anggota BPM. Saya harus peduli pada kesejahteraan mahasiswa-mahasiswa
UNPAD, baik itu teman fakultas saya, teman fakultas lain, angkatan lama dan
bahkan calon mahasiswa baru. Lalu saya ikut mengkaji dan bersama-sama mencari
jalan keluar agar penetapan UKT tidak benar-benar menjadi penghambat bagi calon
mahasiswa untuk berkuliah di UNPAD. Well, kami harus peduli. Saya
belajar kepedulian.
Kedua, BPM mengajarkan saya bahwa perempuan ada
bukan hanya sekedar pelengkap, tapi lebih dari itu.
Saya, Ary dan Irfan adalah sebagian dari
anggota komisi 3 yang memiliki kesamaan, sama-sama suka berbicara, sama-sama
suka berdebat. Di suatu kesempatan, kami mengadakan rapat komisi, membahas
mengenai suatu hal yang memancing kami semua untuk berargumen. Satu persatu di
antara kami mengungkapkan pendapat, hingga akhirnya Ary dan Irfan saling
berselisih. Sudah menjadi hal biasa ketika saya selalu berusaha menjadi
penengah di antara mereka, lalu saya memutuskan mencari solusi lain sebagai
jalan tengah yang diambil dari benang merah pembicaraan. Kebetulan kami semua
sepakat, dan menemukan titik kesimpulan yang tepat.
Masih dalam keadaan lelah setelah saling
berargumen, tiba-tiba Ary berbicara “Ini nih pentingnya ada perempuan di
sini, dia bisa jadi penengah buat kita yang sama-sama keras.” Ary
mengangguk-mengangguk dan saya tersenyum-senyum.
Karena BPM, maka saya paham tentang hal seperti
ini.
© ditulis oleh anggota komisi III Siti Hajar Riyanti Wikara
0 comments:
Post a Comment